Langsung ke konten utama

Unggulan

Latihan Nulis

Malam ini aku duduk di bangku 5E kereta Kutojaya Selatan menuju Kutoarjo. Dalam rangka pulang menuju Jogja ini tetiba muncul notif di Hpku kalau ternyata esaiku mendapatkan juara 2. Benar saja setelah kupantau instagram ternyata betul 😊 Alhamdulillah. Tapi sejatinya, dalam proses pengerjaan esaiku ini pun tidak seluruhnya adalah murni dariku. Let me explain, jadi esaiku berjudul Inovasi Penanganan Sampah di Kota Bandung Pasca Tutupnya TPA Sarimukti. Ide dari esai tersebut adalah bagaimana sih cara menangani sampah yang sudah menggunung di kota bandung. Ide ini terbesit ketika tahun lalu sekitar November – Desember 2022 aku menjadi pengajar tambahan di prodi Teknik Lingkungan Itenas. Disana aku ngajar cara mendesain bentuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) yang ideal seperti apa. Walaupun secara teoritis aku bahkan tidak tau gimana kriterianya maupun syarat-syarat pembuatan TPA, tapi tetap kupaksakan untuk bisa menjadi pengajar disana. Dan alhamdulillah setelah beberapa kali bertuk

Hidup seperti Jazz


Saxophonist, salah satu yang menjadi daya tarik musik Jazz.




Sejak ultahku ke-20, atau tepatnya Februari 2016. Aku bikin salah satu resolusi yang aneh, aku memaksa diriku menyukai music genre Jazz. Entah kenapa.


Hanya terlintas, kayaknya asik ya musiknya. Berkelas gitu. Nggak yang urakan, atau banyak gerakan. Tapi iya tetap suka genre lain.

Radtya Dika pernah diwawancara Soleh tentang Jazz, dan dia asik jelasinnya. Dalam Jazz, opening dan ending itu harus sama. Nah, ditengahnya kita boleh improvisasi sebaik mungkin.
Krakatau Reunion, band Jazz Indonesia.

Kayak hidup, opening dan ending sudah ditentukan. Perjalanan diisi sebaik mungkin.

Mungkin aku paham kenapa semesta memaksakku menyukai music Jazz.

Pics : Google Images




 
Stevie Wonder, dengan keterbatasan namun karyanya "emas".

Komentar

Postingan Populer