Langsung ke konten utama

Unggulan

Latihan Nulis

Malam ini aku duduk di bangku 5E kereta Kutojaya Selatan menuju Kutoarjo. Dalam rangka pulang menuju Jogja ini tetiba muncul notif di Hpku kalau ternyata esaiku mendapatkan juara 2. Benar saja setelah kupantau instagram ternyata betul 😊 Alhamdulillah. Tapi sejatinya, dalam proses pengerjaan esaiku ini pun tidak seluruhnya adalah murni dariku. Let me explain, jadi esaiku berjudul Inovasi Penanganan Sampah di Kota Bandung Pasca Tutupnya TPA Sarimukti. Ide dari esai tersebut adalah bagaimana sih cara menangani sampah yang sudah menggunung di kota bandung. Ide ini terbesit ketika tahun lalu sekitar November – Desember 2022 aku menjadi pengajar tambahan di prodi Teknik Lingkungan Itenas. Disana aku ngajar cara mendesain bentuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) yang ideal seperti apa. Walaupun secara teoritis aku bahkan tidak tau gimana kriterianya maupun syarat-syarat pembuatan TPA, tapi tetap kupaksakan untuk bisa menjadi pengajar disana. Dan alhamdulillah setelah beberapa kali bertuk

Sekopong

Tanggal 10 Maret aku ditugaskan di sebuah pulau, pulau yang ternyata tidak masuk dalam wilayah Lampung. Namanya Pulau Sekopong.

Kenapa Sekopong tidak masuk wilayah Lampung ? Atau bahkan Indonesia ?

Panorama Sekopong

Sebenernya Sekopong itu apa ?

Sekopong tidak termasuk wilayah Indonesia secara resmi, karena memang Pulau ini tidak pernah ada di Indonesia. Pulau ini merupakan sebuah “gosong”. Gosong itu adalah pasir yang dikumpulkan arus air ke daerah tertentu. Ketika 2 arus air atau lebih bertumbukan, maka gosong hampir sudah pasti terbentuk di tumbukan arus tersebut. Sebenarnya masih banyak gosong lain selain disini, akan tetapi karena luasnya tidak terlalu besar makanya nggak ditempati. Sedang di sekopong ini hampir ada 3 hektar luasnya, kebetulan juga kampung nelayan tidak terlalu jauh dari sini, dan juga dari pantai Timur Sumatra kelihatan pulaunya.

Tempat sandar nelayan
Baru pertama juga aku tahu ada gosong yang ditempati. 

Lanjut, karena arus ombak tak menentu sepanjang tahun maka memang Pulau ini tak pernah berbentuk sama. Jadi setiap tahun bergerak. Dan juga jika bulan Mei atau ombak sedang tinggi-tingginya sudah pasti tempat ini tidak ditempati karena air setinggi rumah warga. Semacam banjir gitu.  Karena alasan-alasan tersebut lah maka Pulau ini tak masuk wilayah Indonesia secara resmi. 

Suatu wilayah akan diakui bila memiliki sejumlah penduduk dan wilayah yang tetap. Sedang Sekopong itu wilayahnya berubah-ubah, meskipun ada penduduknya (ya walaupun jumlahnya gak tetap juga, hehe).

Warung euy, banyak yang dijual... padahal di tengah laut
Tapi berkah semua itu Sekopong malah menjadi tempat yang bebas. Nelayan dari manapun singgah kemari, karena disini banyak rumah panggung untuk bernaung. Penduduk pulau ini pun banyak. Mayoritas orang Padang dan Lampung, mereka hidup rukun dan tentram diatas pasir yang setiap tahun bergerak itu. Istri Anak pun turut dibawanya bagi yang sudah berkeluarga. Pekerjaan pun semakin variatif, tak hanya nelayan. Pengepul ikan, hingga warung makan juga ada di Pulau ini. Makanannya juga nggak sembarangan, nasi Padang ada, lontong sayur ada, bubur ada, mie ayam bakso ada. Pokoknya mantap lah buat nelayan istirahat. Hahaha



Mushola yang selalu ramai ketika waktu ibadah
Tak hanya bekerja, kegiatan ibadah pun sama ramainya. Mushola didirikan di tengah kampung ini. Tiap jumatan pasti full. SETIAP HARI setelah ibadah Maghrib pasti ada ngaji bersama. Tempat ini bahkan lebih membudaya ketimbang kampung kebanyakan.



Karena bukan wilayah resmi, tempat ini pun tak memiliki kepala desa. Hanya ada orang-orang yang dituakan Bila ada suatu perlu. Beliau ini adalah Pak Sulaiman dan Bang Kadir. Beliau berdua jadi semacam chief di kampung kecil yang majemuk ini.

Air bersih ? Ya. Karena disekitarnya adalah air laut maka di kampung ini dibuat sumur bor untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci, mandi, masak air, DLL. Sumurnya masih dipompa menggunakan pompa dragon. Di Jawa sudah nggak ada kayaknya pompa dragon ini, hehe..

Listrik ? Ada. Pakai genset sih, ada yang nyediain. Kita tinggal bayar 5000 per malam per rumah. Hehe…

Sinyal ? TIDAK ADA. Kalau siang tidak ada, kalau malam biasanya ada kalau hpnya digantung. Smartphone payah disini buat cari sinyal, mendingan HP jadul atau BB.

Tapi kenyataannya tanpa sinyal malah kita jadi less stress. Asli. Pertama takut gitu nggak bisa update (penyakit era ini) Tapi seminggu pasti udah terbiasa.. hahaha, cocok buat ngelepas penat.

Anak-anak nelayan
Yang kasian disini adalah anak-anaknya. Mereka kekurangan edukasi, karena memang tak ada sekolah disini. Jadi mereka hanya ikut-ikut orang tuanya melaut cari ikan. Miris juga.
 
Pose boleh dong ya
But, masih banyak sekali orang-orang Baik disini. Hehehe, nyatanya masjid selalu ramai setiap waktu ibadah.
Selain hal-hal tersebut, harus sangat diapresiasi adalah pemandangannya, Sunset dan Sunrise dalam 1 Pulau. Mantap! Epic. Kalau langit malam terang, bulan purnama dan bintang bertabur diatas sana. Behhhhh….. Best moment ever lah.



Diajarin sulap sama om Feby

Bang Tono pose.. hmm, boleh juga
Jadi, kapan mampir ke Sekopong ?

Komentar

Postingan Populer