Langsung ke konten utama

Unggulan

Latihan Nulis

Malam ini aku duduk di bangku 5E kereta Kutojaya Selatan menuju Kutoarjo. Dalam rangka pulang menuju Jogja ini tetiba muncul notif di Hpku kalau ternyata esaiku mendapatkan juara 2. Benar saja setelah kupantau instagram ternyata betul 😊 Alhamdulillah. Tapi sejatinya, dalam proses pengerjaan esaiku ini pun tidak seluruhnya adalah murni dariku. Let me explain, jadi esaiku berjudul Inovasi Penanganan Sampah di Kota Bandung Pasca Tutupnya TPA Sarimukti. Ide dari esai tersebut adalah bagaimana sih cara menangani sampah yang sudah menggunung di kota bandung. Ide ini terbesit ketika tahun lalu sekitar November – Desember 2022 aku menjadi pengajar tambahan di prodi Teknik Lingkungan Itenas. Disana aku ngajar cara mendesain bentuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) yang ideal seperti apa. Walaupun secara teoritis aku bahkan tidak tau gimana kriterianya maupun syarat-syarat pembuatan TPA, tapi tetap kupaksakan untuk bisa menjadi pengajar disana. Dan alhamdulillah setelah beberapa kali bertuk

Bersyukurlah




#TentangAyah

Alhamdulillah, aku lahir di keluarga berada. Konon simbahku adalah orang kaya, kaya secara materi. Beliau adalah pedagang cabai paling besar di Prambanan. Kalau anda orang Prambanan atau sekitarnya, coba tanya orang yang lebih tua di sekitar kalian. Tanya aja, pernah dengar nama “Sosro Lombok” belum. Kemungkinan besar pasti tau… Tapi ya kalau nggak tau nggakpapa sih, orang udah masa lalu juga. Hahaha 

Namun hal tersebut tidak serta merta membuat hidupku enak, nyaman, dan santai. Apalagi hari-hari setelah ayahku meninggal dunia.

Hari itu hari Jum’at. Tahun 2007. Bulannya aku lupa bulan apa, soalnya dulu aku masih kelas 4 SD, memoriku mungkin belum mampu merekam banyak data waktu itu. Yup, hari Jum’at… Ayahku yang baru saja pulang dari Jakarta, mau keluar naik motor. Beliau memang hobi berkendara naik motor besar entah kemanapun atau sekedar muter-muter… Sudah sore, beliau yang masih capek karena perjalanan dari Jakarta menyuruh masku untuk ngeluarin motornya…. 

Jam 5, tetangga kami Pak Marlam. Ditelfon dari pihak Rumah Sakit Panti Rapih, diberitahu bahwa ayah mengalami kecelakaan dan dibawa kesana. Ibu dan keluargaku langsung menuju RS tersebut. Aku tidak diajak, karena memang aku masih kecil. Kecelakaan terjadi di Jembatan Janti, beliau jatuh disana. Ada saksi yang mengatakan kalau beliau disenggol anak SMK lalu terjatuh, namun keluarga kami fokus untuk penyembuhan ayah. Beliau di-diagnosa gagar otak. Satu-satunya cara penyembuhan adalah dengan operasi, menurut dokter hasilnya pun 50-50. Misal berhasil, ayah akan kehilangan kemampuan motorik dan tidak bisa beraktivitas normal. Namun operasi itu memang hanya satu-satunya jalan.

Dari seluruh anggota keluarga, hanya aku yang belum menengok ke RS. Hari Kamis-nya aku pun akhirnya menengok beliau… aku masih ingat dengan ibu mengendarai bus kecil untuk sampai kesana, sebelum masuk RS kami sempat makan dulu di warung. Kami meniti anak tangga untuk mencapai lantai 4 menuju ruang ayahku dirawat. Anggota keluarga yang menjaga diluar pun menyuruhku masuk ke ruangan. Aku dan tanteku (Mbak Aris) masuk berdua karena tidak boleh kalau hanya aku sendirian, kami memakai pakaian steril sebelum masuk ke ruang itu. Setelah di dalam, kutemui ayahku dalam posisi tidur… Tidak sadarkan diri sejak hari pertamanya di RS. Badannya yang besar, lemas di atas kasur warna biru muda…

Memang hari itu aku dipaksa untuk datang ke RS, karena malam harinya ayah akan di-operasi. Singkat kata, operasi berhasil dilakukan. Namun ayah takbisa bertahan. Sekitar pukul 2 pagi, beliau menghembuskan nafas terakhirnya… Ketika mayat beliau dibawa kerumah, kami anak-anaknya tertunduk lesu. Kami tidak menangis, tidak bisa menangis lebih tepatnya. Entah hanya sesak di dada waktu itu yang ada. 

Ayah, semoga kau tenang disana.



#TentangKepemimpinan

Mungkin bab ini susah dipahami bagi mereka yang belum merasakan kehilangan figur orang tua. Tapi biarkan pengalaman dan pengamatanku bercerita…

Kami, entah yatim, entah piatu, entah yatim piatu. Kehilangan figur orang tua, dan itu adalah sebuah kehilangan yang besar. Kita jadi kehilangan salah satu role model, kehilangan seseorang untuk kita lihat akan jadi apa kita nanti. Kehilangan seseorang untuk bersandar. Terlalu susah dibayangin ya ? Gini deh, kalau kalian nggakbisa ngerjain tugas Matematika… Gakada orang terdekat yang bisa ditanya. Ketika butuh uang tambahan buat praktikum, orang itu nggak ada. Ketika bangun di awal hari, tidak ada yang berusaha bangunin kalian.  

Karena dorongan (paksa) itulah kami secara psikis menjadi berpikiran seperti ini “oh, ternyata aku bisa lebih dari ini..” dan kami pun butuh pengakuan lebih dari orang lain, karena apa ? Karena kami merasa kurang atas pengakuan keluarga dekat kami. Dorongan psikis ini memaksa kami menjadi lebih aktif di lingkungan. Ini bukan teori belaka….

Kalian pikir apa yang membuat aku turun di banyak organisasi ? Apa karena aku sosialis ? Because I’m not.

Teman yang sudah dekat denganku pasti tau watakku… keras, egois, apa-apa harus diturutin, susah dibujuk, sarkasme (yang satu ini sudah BANYAK SEKALI korbannya). Tapi karena lambat laun ikut organisasi ya jadi lebih smooth, terbuka, demokrat, dll. Apa cuma aku ? Tidak.

Adik kelasku STM, ada yang ‘broken home’. Namun dia malah menjadi ketua 1 OSIS. Karena apa, dia merasa mampu melakukan hal lebih.


Tetanggaku, Catur. Dia menggantikanku menjadi ketua pemuda, kenapa ? karena aku kerja diluar kota ? Aku rasa tidak, karena aku sudah kerja diluar kota 1 tahun lebih. Kenapa baru akhir-akhir ini dia menggantikan aku ? Kenapa tidak menjadi ketua sebelum aku, padahal lebih tua dia ? Ini memang masih teori. Ibunya meninggal beberapa bulan lalu, lalu bulan selanjutnya dia menjadi aktif dan bahkan menjadi ketua di pemuda. Jadi memang psikis kami merasa “kami bisa berbuat lebih”. Di sisi lain kami juga butuh pengakuan.


Hal seperti ini berlaku pula kepada orang yang yatim piatu ‘semu’. Kenapa semu ? karena orangtuanya tidak meninggal. Cuma entah dimana keberadaannya, biasanya sih ayahnya yang minggat cari istri lain. Biasanya lho ya… Cuma contoh, fiktif belaka.

Coba lihat sekeliling kalian, kalau mereka yang kehilangan figur orangtua pasti akan berubah. Entah menjadi humanis, atau malah jatuh depresi.

Kami jadi merasa lebih humanis terhadap orang lain karena kehilangan figur seseorang yang penting, kami jadi merasa setiap orang butuh seseorang to look up to. Seseorang yang bisa untuk jadi panduan. Dan kami tidak akan membiarkan kalian kehilangan seseorang itu, makanya kami mencoba “ada” dan menjadi orang itu untuk kalian.

#TentangTeman



Kami membutuhkan teman. Tidak perlu banyak tidak apa-apa. Yang penting bisa tulus. Teman yang bisa membaca hati temannya bahkan tanpa mengucap satu kata pun.

Bukan teman yang hanya berbicara : 

“Lagi apa bro ? Posisi dimana ? Sehat kan ?”


“Nanti malem malmingan di café yuk..”


“Buruan ke sekolah, pada ngumpul nih..”


More than that… Kami butuh seseorang untuk ngomongin soal hidup, soal kenapa bintang kok jumlahnya banyak, kenapa kok rumput warnanya hijau, siapa sih supir bus trans jogja kemarin, berapa banyak sih jumlah kutu rambut ibuk-ibuk tetangga sebelah, kenapa kok kaos kaki perlu dipakai, bagaimana cara membuat omelet tanpa garam… Lebih detil, lebih hidup, yang bisa bicara tanpa batas. Bro, kenapa sih kerja di tempat gaji dikit gitu ? Impian lu jadi pilot gimana dong ? Eh, cewek yang sama Angel kemarin cakep juga ya ? ukuran bra-nya berapa ya ? kanan kiri beda nggak ya ukurannya, kayaknya sih gedean yang kiri.. Cuk, ngombe ciu ki marai mabuk ra to ? Njajal yo, tak tukokke… Jokower kok mundhak kuru yo ? gek angel e opo neh dadi presiden ?


Sesuatu seperti itu. tidak perlu jawaban sebenarnya. Kami hanya ingin merasa hidup.










#TentangIbu dan #TentangKita

Kemarin sore (24/09) sekitar jam 5 sore aku telfon kerumah. Cuma mau mengabari ibuk, kalau besok aku berangkat ke Garut buat proyek. Tapi setelahnya ibu cerita begini,

Nang, tak andani yo le.. tapi ojo kuatir… aku sesok neng dokter karo mas Eko

Ngopo mak ? wingi kan wis bar rontgen to ?

iyo iki, jare dokter ono tumor ringan tumbuh… sakdurunge parah ben diterapi sek, di-kemo terapi.

ya uwis, manut dokter wae.. ben cepet mari yen perlu opo utawa butuh opo omong wae..

Ora le, kowe sik penting ojo kuatir.. Sesuk mari kok

Yo

…..

Kira-kira aku bakal tenang aja gitu ?

Jelas tidak, malamnya aku telfon Dhena. Dia lebih tau tentang hal itu lebih baik daripada aku, dia juga tetanggaku.. Jadi lebih enak dia yang jelasin ke aku tentang keadaan ibuk. Karena kadang entah karena ibuk gatau atau memang nggak mau cerita jadi aku tau kabar kesehatannya dari Dhena. Very lucky for having friend like her. Alhamdulillah. Semoga ibukku lekas sehat Yaa Allah.


…..

Yakinlah. Kita semua akan melewati fase-fase seperti ini dalam hidup. Ditinggal seseorang. Seseorang yang bagi kita penting jatuh sakit. Atau hal-hal menyedihkan lainnya.






Yang bisa kita lakukan untuk mereka dan kita sendiri adalah be alive for today. Jadilah manusia ! 

Carpe diem.


 Dan bila kalian masih memiliki mereka, bersyukurlah…

Carpe diem.
 
Bersyukurlah

Komentar

Postingan Populer