Sudah hampir setahun sejak farewell party angkatanku diadakan.
Aku sudah selesai PKL di Kalsel, lalu
sekitar bulan Desember aku diundang untuk berangkat ke sekolah mewakili kelasku
untuk ikut rapat perwakilan kelas. Aku mewakili kelasku karena memang saat itu
hanya aku yang luang di masa PKL-Magang itu sekaligus yang berposisi di Jogja… Waktu
itu pembahasan hanya sebatas pembuatan buku tahunan. Namun karena ada usul dari
peserta, entah siapapun itu.. Dia usul untuk dibuat adanya pesta perpisahan…
Waktu itu hanya wacana, namun kami para perwakilan kelas diminta
mempertimbangkan. Hari itu semua perwakilan kelas ditanyai tentang hal
tersebut, tapi entah kenapa waktu ditanya itu aku jawab “Ide yang bagus..”
Aku tidak pernah tau acara seperti apa
itu… Lalu pulang dari rapat aku iseng googling segala sesuatu yang berhubungan
dengan kata “pesta perpisahan”, tidak banyak artikel yang merujuk hal tersebut.
Dari macamnya, besarnya, itinerary-nya,
semuanya tidak banyak dipaparkan. Oo yasudah kalo gitu, pikirku. Jadi tetap
saja tidak ada gambaran tentang hal tersebut. Sampai aku ngehubungin
temen-temenku yang anak SMA, gimana dulu pesta perpisahannya… They say bla bla bla….. Aku pun akhirnya
sedikit tahu sedikit banyak tentang itu.
Seminggu kemudian kembali diadakan
rapat. Selesai rapat aku diminta untuk tinggal sebentar untuk rapat dengan
panitia inti. Aku merasa ada something
wrong nih kalo aku sampe diajak rapat inti segala. Emmhhhhhh, bener kan
kampret. Panitia inti menunjukku sebagai Penanggung Jawab acara PESTA
PERPISAHAN tersebut. Dilihat dari sudut pandang mereka itu hal yang tepat sih,
perwakilan kelas yang mempunyai kemampuan mumpuni atau paling enggak jam
terbangnya banyak sebagai ketua itu hanya ada 3 orang waktu itu. Wancik, Nur,
dan aku sendiri. Harusnya memang ada banyak temen lagi yang bisa mimpin. Kayak
Almas, Adit, Fandi, Akhid, dan lainnya… Sebenernya aku bisa aja nolak
permintaan mereka, tapi what the hell
lah. Setiap orang yang memiliki jiwa kepemimpinan dan diminta untuk memimpin
hal yang perdana sepanjang sejarah sekolah pasti akan bilang “Iya”.
Setelah hari itu, aku langsung buat
struktur pengurus acaranya. Aku buat 2 divisi. Divisi Administratif dan Divisi
Kreatif. Menurutku untuk membuat acara seperti ini itu simple saja kalau sudah
tau caranya, jadi nanti tim Administratif ini yang akan mengurus segala sesuatu
berkaitan tentang administrasi hal tersebut seperti anggaran, tempat,
surat-menyurat. Lalu divisi Kreatif tugasnya adalah membuat itinerary acaranya, dari rundown-nya, konsumsinya,
dokumentasinya. Administratif nantinya diisi oleh anak-anak kelas 4, karena
mereka yang lebih tahu tentang hal berkaitan tentang administrasi acara. Sedang
yang kreatif diisi oleh adik kelas, kelas 3 dan 2. Mereka aku bebaskan berkreasi
sebagus mereka bisa. Simpel kan teorinya ?
So,
aku buat hal tersebut. Aku jelaskan ke pengurus-pengurus awalku untuk melakukan
itu. Seingatku sudah ada Cenna, Zahro, Tindo, Feli di panitia awal tersebut.
Dari adik kelas ada dek Amel dan Sherly. Aku jelaskan maksudku seperti diatas
tadi. Tapi……..
Hampir semua dari mereka meragukan
kepanitiaan dengan bentuk ini. Banyak komentar miring, kritik, bahkan
permintaan perubahan rencana dari mereka. Seingatku hanya Amel yang bisa paham
akan maksudku dan mendukungku.
Mereka termasuk panitia inti lebih paham
dengan struktur standar. Ketua, sekertaris, bendahara, sie acara, sie konsum,
sie perkap, dll. Itu sudah menjadi bentuk default
kepanitiaan sekolah ini. Tapi menurutku bentuk itu terlalu gemuk. Karena aku
belajar dari seluruh kegiatan yang aku ikuti, entah jadi anggota maupun
pengurus bahkan ketua. PASTI, PASTI yang vokal sewaktu rapat dan aktif ketika
hari H itu ya orang itu-itu aja. Lainnya kalau nggak dikasih tahu untuk gerak
nggak bakal gerak pasti. Hal yang sudah hampir pasti jadi mubadzir menurutku mbok
dihilangin aja. Buang sumberdaya+anggaran doang.
Tapi ya seperti itulah, ending-nya kita tetep pakai kepanitiaan
bentuk seperti itu. Karena apa ?
Mereka lebih paham, dan hampir semuanya
setuju.
Jadilah kepanitiaan bentuk (yang tidak
kusukai) itu… Ketuanya aku, sekertarisnya Cenna, bendaharanya siapa itu lupa
namanya…
Seiring berjalannya waktu, singkat
cerita aku digantikan seorang PLT. Karena aku terlalu sibuk bekerja dan
kegiatan jurusan. PLT-ku ya sekertarisku Cenna. Jadi sementara dia handle rapat mingguan. Aku ikut rapat
kalo urusannya agak vital aja, seperti bab anggaran dan tempat acara. Dia
sebenernya bisa sih ngurus itu tanpa aku, tapi tetep aja. Jam terbangnya kita
beda dari awal, gakmungkin dong aku nggak ngasih dia tempat “sandaran” misal
dia keliru dan butuh bantuan. Jadi aku hanya sebatas konsultan aja kayaknya,
hehe
Blablabla………….
Sekitar sebulan sebelum hari H farewell
party dan sekaligus perilisan buku tahunan tersebut. Banyak dari teman-teman se-angkatan
terutama yang diluar panitia farewell
party maupun buku tahunan tanya tentang 2 hal tersebut. Terutama tanya
mengapa uang iuran jadi naik dari anggaran lama pembuatan buku tahunan, dan
kenapa farewell party-nya nggak jadi malam hari. Sebenernya kalau orang itu
mudah paham dan nggak kakean cangkem
sakdurunge dikandani gampang aja jelasinnya.
Ini masalahnya….. Orang-orang
mayoritas malah kebalikannya. Dulu sudah dijawab mungkin oleh mereka panitia
inti. Tapi tetep aja kewalahan kalau yang tanya ada hampir 400 orang. Alhasil
dibuatlah sebuah rekaman. Rekaman
itu berisi suara Wancik menjelaskan akan hal tersebut.
Isu tersebut mereda secara general. Tapi tidak di kelasku. Kelasku
malah memuncak amarahnya tau akan hal tersebut. Entah mayoritas dari mereka memiliki
masalah personal denganku atau hanya tidak setuju dengan keputusan panitia. Aku
pun sampaikan kepada mereka, aku dan Cenna juga tidak setuju farewell diadakan siang hari… Ya, aku
ketua farewell. Tapi karena mengusung
prinsip mufakat maka aku tidak bisa semena-mena mengambil kebijakan. Mayoritas
pengurus inti tetap menolak diadakannya waktu malam hari, alasan yang paling
mendasar adalah keamanan bagi peserta putri. Serta mengurangi izin untuk
orangtua melaksanakan kegiatan tersebut. Aku juga menyampaikan ke teman-teman
kelasku bahwa adalah hal yang tidak mungkin untukku tetap mengadakan farewell di malam hari. AKU KALAH SUARA.
Pengurus inti ada belasan, aku hanya berdua dengan Cenna.
Jadi aku sarankan
jika memang teman kelasku keberatan tentang hal tersebut maka sebaiknya mereka
menyatukan suara, baru mengusulkan hal itu ke pengurus inti. Bukannya malah
mengintimidasi aku (Umi dan Sevira) yang notabene teman sekelas mereka sendiri.
Golongan yang paham akan maksudku pun
mendukungku, tapi masih saja ada yang sumbang suaranya. Tapi ya sudahlah, aku
lupakan hal itu karena… Keinginan suatu kelas bahkan jurusan tidak bisa
mengalahkan kebutuhan angkatan. Pertama, aku sadar bahwa jurusanku hanya
memilikiku yang vokal di kepengurusan tersebut. Jadi tindak-tanduk dan
pemutusan pilihanku itu sedikit banyak bisa mempengaruhi nama jurusanku. Kedua,
suatu jurusan itu tidak lebih besar dari sebuah angkatan. Jurusanku menganut
satu hal pasti. Spesial. Mereka merasa diri mereka layak dibedakan dari jurusan
lain. Ini meresahkanku, tapi aku harus bisa bersikap obyektif akan hal ini.
Maka aku tak mengindahkan keinginan kelasku, aku lanjutkan mengurus acara ini.
Hari H tiba, acara dimulai agak kacau
awalnya, lumayan smooth di akhir.. Alhamdulillah.
(Sejatinya banyak banyak sekali cerita di balik pra hari H ini, namun kurasa
bakal kebanyakan deh untuk sebuah blogpost. Hehe, let it just be our memories.)
Leganya acara ini selesai… Bangga sekali
hari itu. Ya meski banyak kekurangan. Tapi ya namanya proyek perdana sepanjang
sejarah sekolah, aku rasa pemakluman akan lebih banyak diberikan pada kami.
Tapi resahku belum selesai hari itu……
Balik jauh jauh hari sebelum hari H. Kami para pengurus inti berkumpul untuk
rapat, disitu dibahas tentang anggaran. Yang membuat plan setelah 2 kegiatan
selesai tapi masih ada anggaran tersisa akan digunakan untuk apa. Klasik
seperti biasa, mayoritas meminta digunakan untuk pembubaran panitia.
Makan-Makan!
AKU SANGAT SANGAT MARAH AKAN HAL
TERSEBUT!!!!!
Aku bilang ke Cenna untuk tidak menyetujui
hal tersebut. Tapi waktu itu dia lebih condong ke pilihan panitia inti. Aku
usul sebagian untuk menyumbang acara selanjutnya yang akan dibuat adik kelas karena
mereka sudah pasti akan membantu kita dan juga anggaran itu bisa untuk kegiatan
sosial seperti bakti sosial. Waktu itu Wancik dkk bilang agar dipertimbangkan
panitia inti, tapi aku yang gak goblok-goblok
amat paham akan arti kalimat tersebut. Usulanku pasti ditolak.
Tapi aku positive thinking aja…
Waktu berlalu…. Hari H sudah berlalu.
Anggaran alhamdulillah masih ada
sisa.
Belum lagi ada pembahasan mengenai hal
tersebut. Lalu ketika memasuki bulan puasa. Diadakanlah acara pembubaran
panitia tersebut, kita makan di resto
daerah daerah barat amplaz… Sampai lokasi aku masih optimis bahwa akan ada pembahasan
mengenai sisan anggaran tersebut. Ternyata nihil.
Aku menghubungi Cenna dan Zahro kenapa
mereka tidak ikut acara tersebut. Ternyata mereka baru nyadar alasan aku
menolak acara yang sekedar MAKAN-MAKAN itu. Mereka merasakan kalau teman kelas
mereka diminta membayar lebih untuk mencukupi anggaran kami. Tapi acara tidak
se-wow yang mereka bayangkan. Buku tahunan dan DVD juga kurang memuaskan.
Timbal balik dari membayar lebih tidak sepadan dengan yang mereka dapat. Dan
kita yang panitia malah memanfaatkan sisa anggaran untuk hal yang…… MAKAN-MAKAN
? Astaga…. Mereka menggunakan dalih, kita itu panitia. Jadi kita berhak
mendapatkan hal tersebut
Panitia inti yang datang ke acara makan
tadi berencana menggunakan sisa anggaran tadi untuk kembali makan-makan sehabis
lebaran. Oh….. Shame on all of YOU!
Aku tidak mungkin berkenan datang ke
acara itu. Aku memang berpikiran kita berhak akan sisa anggaran tersebut. Yang
aku tidak habis piker adalah pikiran mereka yang cupet, mung ngurusi weteng.
Weteng meneh, weteng meneh. Wetenge dhewe meneh. Hal tersebut kalau
direnungi bagi para intelek pasti bakal malu bila menjadi bagian dari mereka.
Cenna minta maaf karena dia telat
mendukungku. Tapi tidakpapa menurutku. Kalaupun dia tidak telat, kami tetap
kalah jumlah ketika dilakukan voting. Aku yakin.
Aku tidak datang ke acara kedua.
Kuputuskan untuk selesai berhubungan dengan mereka akan hal yang berkaitan
tentang kegiatan maupun kepengurusan hal tersebut.
Dari rangkaian kegiatan ini aku banyak
belajar sesuatu.
1.
Sistem baru itu tidak bisa
dilakukan mendadak. Seperti ketika aku menghendaki panitia yang ramping, mereka
masih saja terpaku pada yang gemuk.
2.
Musyawarah Mufakat sistem Voting
itu adalah bukan demokrasi yang sesungguhnya, karena mereka hanya memilih hal
yang dipilih oleh para MAYORITAS. Entah pilihan tersebut tepat atau tidak.
3.
Pendekatan emosional lebih last longer ketimbang pendekatan
politis. Efeknya kerasa sekarang. Aku dengan Cenna dan Amel lebih akrab
dibandingkan aku dengan Wancik atau panitia yang lain. Aku masih keep in touch sama mereka yang dulunya
sewaktu kegiatan sering sependapat.
Aku tidak tau apakah ketika mereka yang
membaca tulisanku akan terketuk pintu hatinya, atau at least nalarnya…
Akhirnya. Aku cuma berharap kami para
panitia mendapat banyak pemakluman dan dimaafkan oleh rekan satu angkatan. Dan
pribadi aku dan Cenna mewakili panitia yang memiliki maksud baik membantu adik
kelas semoga diberi maaf oleh adik kelas. Kami tidak bisa banyak membantu
kalian pada acara kalian selanjutnya…
So,
keep it up ! Do your best !
Komentar
Posting Komentar